Selasa, 25 Maret 2014

SUKU DAYAK

Mengenal Kebudayaan Suku Dayak


Foto : www.lensaindonesia.com
Foto : www.lensaindonesia.com
Keragaman budaya di Indonesia sudah terkenal sampai ke penjuru dunia. Itulah sebabnya mengapa banyak wisatawan mancanegara yang datang dan berlibur ke berbagai tempat wisata di Indonesia. Selain menikmati keindahan alam, mereka juga ingin mengetahui keunikan budaya di Indonesia. Berikut ini ulasan singkat tentang Kebudayaan Suku Dayak;
Prof. Dr. Arkanudin, Guru Besar Antropologi Budaya Fisip Universitas Tanjungpura Pontianak dalam bukunya berjudul “Kebudayaan Dayak Dulu dan Sekarang” mengangkat tentang suku Dayak sebagai inti dari kebudayaan Kalimantan Tengah, dan berdiri sendiri dalam kebudayaan yang kaya. Kebudayaan suku Dayak menjadi identitas yang membentuk manusia Dayak.
Segala istilah digunakan untuk menafsirkan kebudayaan Dayak. Dayak adalah seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia di Kalimantan Tengah dalam konteks berkehidupan dan bermasyarakat.
Orang Dayak memiliki cara tersendiri untuk membentuk masyarakatnya dengan pendidikan internal. Ini berarti bahwa budaya dan adat istiadat tengah membentuk dan telah membudaya dalam kehidupan masyarakat Dayak.
Bukan sekedar kepemilikan genetik melalui perwarisan biologis yang ada dalam tubuh manusia Dayak sendiri. Tetapi diperoleh melalui proses pembelajaran dari generasi ke generasi.

Idealisme Dayak di Kalimantan Tengah

Proses adalah bentuk penting dari budaya yang dimitoskan untuk diikuti dan ditaati. Dan itulah yang dinamakan dengan adat, yang berfungsi sebagai perilaku yang baik untuk mengelola, mengendalikan, dan memberikan arahan bagi orang Dayak dalam berperilaku sehari hari.
Misalkan, ini terlihat dalam berbagai upacara adat yang dilakukan sesuai dengan siklus kehidupan. Contohnya, perkawinan, kelahiran, dan kematian. Hal tersebut seiring dengan pengaturannya dalam upacara adat terkait.

Kedua, suatu bentuk budaya sebagai pola perilaku suatu masyarakat, yang dalam bahasa Bordieu, yaitu habitus, atau dalam bahasa sosiologi klasik yang biasa dikenal sebagai sistem sosial.
Ini tentu saja muncul dalam kehidupan sosial masyarakat dari sejak kecil sampai tua. Di mana mereka dihadapkan dengan aturan mengenai hal-hal yang harus dilakukan. Apa saja yang dilarang, sifat tertulis diwariskan dari generasi ke generasi, dan pengalaman hidup mewujudkannya sebagai pedoman dalam bermasyarakat untuk berperilaku bagi orang-orang Dayak.
Ketiga, bentuk budaya artifak, artifisial, terbentuk sebagai keterwakilan duniawi manusianya. Misalkan objek ciptaan manusia yang umumnya dikenal sebagai budaya fisik, hasil kerja keseluruhan masyarakatnya.
Mengacu pada suku dayak ini seperti rumah Tabalu, rumah di sepanjang sungai, dan interaksi antarmereka dengan menggunakan simbol fisik pemberian dan sejenisnya.
Ini menjelaskan bahwa kebudayaan Dayak sebenarnya berada dalam perkembangan tertentu. Dan berkembang seiring dengan adaptasi masyarakat Dayak hingga hari ini.

Seiring dengan perkembangan dan perubahan zaman, kebudayaan Dayak juga mau tidak mau mengalami pergeseran. Terutama dalam sudut pandang mereka tentang HUTAN dan SUNGAI.
Memberikan arti bahwa kebudayaan Dayak tidak statis dan selalu dinamis merupakan hal yang membuat penulis bersedih. Walau sampai saat ini masih ada orang-orang yang masih bertahan.
Mereka tidak terhalang oleh perubahan generasi, salut penulis untuk mereka. Bahkan, mereka tetap mempelihatkan kebanggan untuk menunjukkan identitasnya sebagai orang Dayak.

Perubahan pada Sisi Religi

Sebagaimana yang terjadi pada wilayah lain di Indonesia. Perubahan dalam masyakat hutan dimulai dari perubahan pada sudut pandang dan mistifikasi antara sistem keyakinan yang dimiliki oleh suku.
Hal tersebut dapat ditelusuri melalui ekspresi budaya, seperti cerita rakyat, yang bergeser pada penceritaan lainnya, yang lebih impor.
Misalnya, cerita rakyat di Timur Tengah, antara nabi-nabi yang disebut Samawi, entah yang beragama Islam atau Kristen, yang membentuk peristiwa dan menggeser mitos kosmos (alam semesta).
Dan peran manusia, serta mitos lain yang menggambarkan hubungan intrinsik antara manusia dan lingkungan alam yang telah diyakini masyarakat adat sebelumnya (Umberan, 1994). Dan sungguh, ini merecoki pandangan hubungan antara masyarakat Dayak dengan Alam tempat mereka hidup.
Menarik, dari pembahasan Ukur (1994) bahwa untuk memahami makna religius tentang alam sekitar budaya Dayak, sumber yang paling dapat membantu adalah mitos-mitos tentang alam semesta. Atau kosmos dan peristiwa manusia yang menggambarkan lampiran dan hubungan intrinsik antara manusia dengan alam sekitarnya.
Mitos itu sendiri dalam pandangan penulis adalah sesuci agama-agama besar yang diturunkan, di belahan lain dunia. Bilamana orang Dayak tidak berkewajiban menyebarkan pandangan dan keyakinan itu.
Maka itu merupakan wujud humble mereka pada dunia dan semesta. Untuk tidak sok tahu pada kebutuhan bangsa lain yang menghuni di bagian lain dunia.
Mitos tidak hanya cerita berkesan bohong, tetapi melalui mitos dikenali akan kejeniusan lokal yang hidup di dalam masyarakat Dayak sendiri. Yaitu, untuk mengungkapkan rahasia yang mendasar dan kebohongan di balik sikap manusia yang abai dan bersifat picik dalam perilaku.
Dan suku Dayak pun tidak menyukai sifat-sifat pengkhianatan pada nilai dan norma kemanusiaan universal, seperti Golden Rule itu.
Mitos sebagai sejarah hidup Dayak, meskipun yang diceritakan dalam mitos tidak terikat oleh ruang dan waktu. Sejarah dalam konteks pemahaman suku Dayak sendiri sulit diverifikasi secara historis (Ukur, 1994) dan tetap dianggap sebagai mitos sejarah karena diinternalisasi oleh manusia Dayak secara lisan.
Namun, keberadaan mitos itu diyakini kebenarannya, dianggap suci. Berisi hal-hal yang indah. Umumnya, menjelaskan titah para dewa, dimitoskan untuk mengatur kehidupan masyarakat Dayak yang tampil pada berbagai kondisi seperti tradisi, ritual, dan arah kultus ditujukan. Namun, zaman tengah berubah.

Implementasi Budaya dalam Bentuk Tarian

Membahas kebudayaan Kalimantan Tengah, maka membahas pula sisi implementasi kulturalnya. Misalkan kita ambil contoh Tari Mandau, adalah salah satu dari berbagai jenis tari dari Kalimantan Tengah.
Dalam pandangan nama, tarian ini menggunakan salah satu senjata yang merupakan pedang dan talawang (perisai) khas Dayak. Tari Mandau juga dibagi menjadi berbagai jenis gerakan sesuai dengan wilayah suku Dayak yang ada.
Menurut suku Dayak itu sendiri, Mandau adalah simbol dari semangat masyarakat Dayak dalam membela harkat dan martabat. Hal ini juga melambangkan suku Dayak dalam menjelaskan kejantanan para pria dalam menghadapi segala macam tantangan dalam aspek kehidupan lainnya.
Selain itu, tarian ini juga menjelaskan bagaimana suku Dayak mempertahankan tanah air dan wilayah mereka. Dalam setiap acara Mandau didampingi irama suara Gandang dan Garantung yang terdengar lantang.
Harmonisasi irama musik tradisional menimbulkan suasana penuh semangat. Dan mengundang mereka yang mendengar dan melihat tari Mandau untuk mendapatkan lebih banyak gairah. Tujuannya, agar siap terjun ke medan perang.
Ada juga Tari Kancet yang menceritakan sisi kepahlawanan Dayak Kenyah terhadap lawan-lawan mereka. Gerakan tari ini sangat hidup, lincah, energik, dan kadang-kadang diikuti dengan jeritan para penari.
Ada banyak tarian lainnya dari suku Dayak yang tak kalah menarik untuk Anda pelajari. Di antaranya adalah Serumpai, Gantar, Kancet Lasan, Kancet Ledo atau Tari Gong, Belian Bawo, Ngerangkau, Kuyang, Baraga’Bagantar, Datun, dan Pecuk Kina.