Senin, 18 Agustus 2014

ALAT MUSIK KARINDING

    Pengenalan Alat Musik Karinding
Karinding adalah alat musik tradisional suku Sunda. Karinding ini berasal dari beberapa tempat di Jawa Barat seperti dari Citamiang, Pasir Mukti, Tasikmalaya, Malangbong (Garut) dan Cikalong Kulon (Cianjur). Di daerah tadi biasanya alat musik tradisional karinding dibuat dari pelepah kawung (pohon aren) sedangkan dibeberapa tempat seperti di Limbangan dan Cililin, kebanyakan alat musik karinding dibuat dari bambu.
Alat musik tradisional karinding ini sangat unik,  selain dari asal daerah pembuatan karinding, ternyata pemakai karindingpun mempengaruhi bahan pembuat karinding itu sendiri. Untuk karinding yang dibuat dari bambu digunakan oleh perempuan. Bentuknyapun sedikit kecil dan memanjang, konon alat musik ini juga digunakan sebagai susuk yang diselipkan dalam gelungan rambut pemakainya. Sedangkan untuk karinding yang terbuat dari pelepah kawung digunakan oleh pria. Bentuknyapun lebih pendek agar mudah disimpan pada tempat bako (tembakau)
Karinding merupakan alat musik sunda yang terbilang unik, terbuat dari daun pelepah enau (kawung) atau bilah bambu, Getar nadanya tergantung kemampuan pengolahan rasa dari peniupnya. Kepekaan rasa sangat diperlukan dalam memainkan alat musik ini, karena tidak tidak memiliki nada-nada permanen seperti halnya alat tiup lainnya. Alat musik karinding tergantung dari kemampuan mengolah gema rongga mulut dari peniupnya.
Karinding memiliki tiga bagian yaitu bagian jarum tempat keluarnya nada yang disebut cecet ucing (buntut kucing-red), lalu pembatas jarum, dan bagian ujung yang disebut panenggeul (pemukul-red). Panenggeul jika dipukul oleh tangan akan berfungsi untuk menggerakan jarum. Maka, keluarlah bunyi khas dari karinding.
Disebut karinding karena dari sejenis serangga sawah yang nyaring bunyinya yaitu Karindingan (kemungkinan serangga jenis ini sudah punah). Pada jaman dahulu Karinding tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Pertanian sunda. Digunakan untuk mengisi kebosanan saat di Ladang. Dan resonansi suaranya dapat digunakan sebagai pengusir hama. Seni karinding juga digunakan kaum 'Jajaka' untuk menaklukan hati pujaan hatinya.
2.2.         Sejarah Alat Musik Karinding
Karinding pada awalnya banyak digunakan oleh wanita Sunda, dibuat dari pelepah kawung (enau) dan memiliki bentuk seperti tusuk rambut sehingga mudah dibawa kemana-mana oleh para wanita Sunda jaman dulu.
Awalnya karinding adalah alat yang digunakan oleh para karuhun untuk mengusir hama di sawah—bunyinya yang low decible sangat merusak konsentrasi hama. Karena ia mengeluarkan bunyi tertentu, maka disebutlah ia sebagai alat musik. Bukan hanya digunakan untuk kepentingan bersawah, para karuhun memainkan karinding ini dalam ritual atau upaca adat. Maka tak heran jika sekarang pun karinding masih digunakan sebagai pengiring pembacaan rajah. Bahkan, konon, karinding ini digunakan oleh para kaum lelaki untuk merayu atau memikat hati wanita yang disukai. Jika keterangan ini benar maka dapat kita duga bahwa karinding, pada saat itu, adalah alat musik yang popular di kalangan anak muda hingga para gadis pun akan memberi nilai lebih pada jejaka yang piawai memainkannya. Mungkin keberadaannya saat ini seperti gitar, piano, dan alat-alat musik modern-popular saat ini.
Beberapa sumber menyatakan bahwa karinding telah ada bahkan sebelum adanya kecapi. Jika kecapi telah berusia sekira lima ratus tahunan maka karinding diperkirakan telah ada sejak enam abad yang lampau. Dan ternyata karinding pun bukan hanya ada di Jawa Barat atau priangan saja, melainkan dimiliki berbagai suku atau daerah di tanah air, bahkan berbagai suku di bangsa lain pun memiliki alat musik ini–hanya berbeda namanya saja. Di Bali bernama genggong, Jawa Tengah menamainya rinding, karimbi di Kalimantan, dan beberapa tempat di “luar” menamainya dengan zuesharp (harpanya dewa Zues). Dan istilah musik modern biasa menyebut karinding ini dengan sebutan harpa mulut (mouth harp). Dari sisi produksi suara pun tak jauh berbeda, hanya cara memainkannya saja yang sedikit berlainan; ada yang di trim (di getarkan dengan di sentir), di tap (dipukul), dan ada pula yang di tarik dengan menggunakan benang. Sedangkan karinding yang di temui di tataran Sunda dimainkan dengan cara di tap atau dipukul.
2.3.         Pembuatan Alat Musik Karinding
Dalam pembuatannya karinding melalui lima tahap pembuatan sampai bisa menjadi karinding yang benar-benar bisa dimainkan. Karinding juga disimpan dalam alat khusus yang juga terbuat dari buluh bambu yang memiliki lubang udara. Karinding hanya bisa dipadukan dengan alat-alat musik musik tradisional seperti angklung. Karena karinding memiliki nada yang ringan dan rendah.
Material yang digunakan untuk membuat karinding (di wilayah Jawa Barat), ada dua jenis yaitu pelepah kawung dan bambu. Jenis bahan dan jenis disain bentuk karinding ini menunjukan perbedaan usia, tempat, dan sebagai perbedaan gender pemakai. Semisal bahan bambu yang lebih menyerupai susuk sanggul, ini untuk perempuan, karena konon ibu-ibu menyimpannya dengan di tancapkan disanggul. Sedang yang laki-laki menggunakan pelapah kawung dengan ukuran lebih pendek, karena biasa disimpan di tempat mereka menyimpan tembakau. Tetapi juga sebagai perbedaan tempat dimana dibuatnya, seperti di wilayah priangan timur, karinding lebih banyak menggunakan bahan bambu karena bahan ini menjadi bagian dari kehidupannya.
Karinding umumnya berukuran: panjang 10 cm dan lebar 2 cm. Namun ukuran ini tak berlaku mutlak, tergantung selera dari pengguna dan pembuatnya karena ukuran ini sedikit banyak akan berpengaruh terhadap bunyi yang diproduksi.
Karinding terbagi menjadi tiga ruas yaitu ruas pertama menjadi tempat mengetuk karinding dan menimbulkan getaran di ruas tengah. Di ruas tengah ada bagian bambu yang dipotong hingga bergetar saat karinding diketuk dengan jari. Dan ruas ke tiga (paling kiri) berfungsi sebagai pegangan.
2.4.         Cara Memainkan Alat Musik Karinding
Cara memainkan karinding cukup sederhana, yaitu dengan menempelkan ruas tengah karinding di depan mulut yang agak terbuka, lalu memukul atau menyentir ujung ruas paling kanan karinding dengan satu jari hingga “jarum” karinding pun bergetar secara intens. Dari getar atau vibra “jarum” itulah dihasilkan suara yang nanti diresonansi oleh mulut. Suara yang dikeluarkan akan tergantung dari rongga mulut, nafas, dan lidah. Secara konvensional, nada atau pirigan dalam memainkan karinding ada empat jenis, yaitu: tonggeret, gogondangan, rereogan, dan iring-iringan.
Cara memainkan karinding ini sangat unik, pertama karinding yang memiliki 3 ruas ini didekatkan kemulut. Kemudian salah satu sisinya dipukul dengan jari tangan, dan akibat pukulan tersebut akan menghasilkan vibrasi suara. vibrasi suara inilah yang akan diolah oleh pemainnya hingga menghasilkan nada-nada.
Permainan karinding biasanya dimainkan lima orang, paling sedikit oleh tiga orang, satu diantaranya sebagai Rhythm , biasa disebut juru kawih.
2.5.         Melestarikan Alat Musik Karinding
Satu hal yang menarik dan patut kita cermati dalam melihat fenomena kembalinya karinding secara masif di tengah masyarakat ini adalah bahwa ternyata “kelahiran” kembali karinding ini tidak bermula di daerah-daerah pedesaan yang masih bercorak tradisional yang biasanya masih memelihara tradisi dan karuhun secara agak ketat. Namun karinding justru kembali hidup dan popular di perkotaan, di kalangan masyarakat urban juga generasi muda yang kultur sosialnya telah sangat modern, dalam arti telah melepaskan sebagian besar tradisi karuhun dari kehidupan pribadi dan sosialnya.
Sebagian ada yang menilai, seraya berbangga hati melihat fenomena ini. Bagi mereka ini menunjukkan suatu kebangkitan budaya lokal. Karinding yang merupakan seni buhun sanggup eksis dan bersaing dengan alat musik modern yang cenderung berbau barat.
Kita tahu bahwa modernitas kerap mengeliminir unsur lokalitas hingga membuat manusia terjebak dalam alienasi atau keterasingan dari akar sejarahnya sendiri hingga membawa manusia juga secara kolektif. Masyarakat–pada masa-masa frustasi (frustasi sosial). Dalam waktu lama frustasi yang berjalin serasi dengan rasa inferioritas di hadapan hegemoni modern yang digjaya dan seperti tak mungkin dikalahkan ini menumbuhkan perasaan “heroik” (ketakutan yang akut) untuk kembali merebut jati diri yang merasa telah dirampas oleh modernitas. Heroisme (ketakutan) inilah yang menumbuhkan kesadaran masyarakat untuk kembali masuk dan menghubungkan diri secara lebih mendalam dengan akar budayanya sendiri (fundamentalisme).
Kemuculan kembali karinding sebagai alat musik buhun yang telah ada enam ratusan tahunan yang lalu merupakan bentuk dari keinginan sebagian masyarakat urban (sebagai korban utama dari modernitas) untuk kembali terhubung dengan sejarahnya sendiri dan dengan itu kembali meneguhkan identitasnya seraya melawan dari gempuran modernitas yang begitu hegemonik. Maka dengan karinding mereka lawan hegemoni itu.
Namun ada juga yang “biasa saja” bahkan cenderung pesimis dengan kebangkitan karinding ini. Mereka sama sekali tidak melihat fenomena ini sebagai kebangkitan seni dan budaya lokal dalam kehidupan kontemporer. Masyarakat urban dan generasi muda sebagai tempat awal kelahirannya kembali telah cukup bukti untuk menarik kesimpulan bahwa fenomena karinding ini masih termasuk dalam fenomena modernitas. Yang baru, yang berbeda, yang tidak nge-pop kerap menjadi prasyarat untuk seseorang atau komunitas mendapat predikat modern. Maka, memainkan karinding saat ini adalah bentuk modernitas. sekali lagi karena ia dianggap baru dan berbeda.
Dan juga fakta bahwa banyak dari kalangan generasi muda yang memainkannya dengan irama atau beat-beat kontemporer, lepas dari pakem karuhun, juga mengkolaborasikannya dengan alat-alat musik modern lainnya. Karena karinding hanyalah fenomena modernitas dan karena itu bersifat temporer, maka karinding pun akan cepat dilupakan jika keberadaannya di tengah masyarakat telah mengalami bentuk kemapanan tertentu, atau telah tergeser oleh sesuatu yang lain, yang lebih baru.
Maka akhirnya semua kembali pada kita. Apakah kita akan memperlakukan karinding ini sebagai warisan karuhun yang sakral dan wajib dimumule, ataukah akan memperlakukannya hanya secara profan dan sekadar alat musik biasa? Jika kita menyikapinya dengan sikap yang pertama berarti kita harus menjaga orisinalitas dan tetekon-tetekon atau pakem yang terdapat di dalamnya. Menjaganya untuk tetap lestari menjadi beban moril mendalam bagi diri kita. Namun bila kita memilih sikap yang kedua maka berinovasilah sebebas mungkin, bila perlu berkresasilah yang benar-benar baru, seperti para karuhun dahulu menciptakan karinding. Itu semua pilihan.

Selasa, 25 Maret 2014

SUKU DAYAK

Mengenal Kebudayaan Suku Dayak


Foto : www.lensaindonesia.com
Foto : www.lensaindonesia.com
Keragaman budaya di Indonesia sudah terkenal sampai ke penjuru dunia. Itulah sebabnya mengapa banyak wisatawan mancanegara yang datang dan berlibur ke berbagai tempat wisata di Indonesia. Selain menikmati keindahan alam, mereka juga ingin mengetahui keunikan budaya di Indonesia. Berikut ini ulasan singkat tentang Kebudayaan Suku Dayak;
Prof. Dr. Arkanudin, Guru Besar Antropologi Budaya Fisip Universitas Tanjungpura Pontianak dalam bukunya berjudul “Kebudayaan Dayak Dulu dan Sekarang” mengangkat tentang suku Dayak sebagai inti dari kebudayaan Kalimantan Tengah, dan berdiri sendiri dalam kebudayaan yang kaya. Kebudayaan suku Dayak menjadi identitas yang membentuk manusia Dayak.
Segala istilah digunakan untuk menafsirkan kebudayaan Dayak. Dayak adalah seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia di Kalimantan Tengah dalam konteks berkehidupan dan bermasyarakat.
Orang Dayak memiliki cara tersendiri untuk membentuk masyarakatnya dengan pendidikan internal. Ini berarti bahwa budaya dan adat istiadat tengah membentuk dan telah membudaya dalam kehidupan masyarakat Dayak.
Bukan sekedar kepemilikan genetik melalui perwarisan biologis yang ada dalam tubuh manusia Dayak sendiri. Tetapi diperoleh melalui proses pembelajaran dari generasi ke generasi.

Idealisme Dayak di Kalimantan Tengah

Proses adalah bentuk penting dari budaya yang dimitoskan untuk diikuti dan ditaati. Dan itulah yang dinamakan dengan adat, yang berfungsi sebagai perilaku yang baik untuk mengelola, mengendalikan, dan memberikan arahan bagi orang Dayak dalam berperilaku sehari hari.
Misalkan, ini terlihat dalam berbagai upacara adat yang dilakukan sesuai dengan siklus kehidupan. Contohnya, perkawinan, kelahiran, dan kematian. Hal tersebut seiring dengan pengaturannya dalam upacara adat terkait.

Kedua, suatu bentuk budaya sebagai pola perilaku suatu masyarakat, yang dalam bahasa Bordieu, yaitu habitus, atau dalam bahasa sosiologi klasik yang biasa dikenal sebagai sistem sosial.
Ini tentu saja muncul dalam kehidupan sosial masyarakat dari sejak kecil sampai tua. Di mana mereka dihadapkan dengan aturan mengenai hal-hal yang harus dilakukan. Apa saja yang dilarang, sifat tertulis diwariskan dari generasi ke generasi, dan pengalaman hidup mewujudkannya sebagai pedoman dalam bermasyarakat untuk berperilaku bagi orang-orang Dayak.
Ketiga, bentuk budaya artifak, artifisial, terbentuk sebagai keterwakilan duniawi manusianya. Misalkan objek ciptaan manusia yang umumnya dikenal sebagai budaya fisik, hasil kerja keseluruhan masyarakatnya.
Mengacu pada suku dayak ini seperti rumah Tabalu, rumah di sepanjang sungai, dan interaksi antarmereka dengan menggunakan simbol fisik pemberian dan sejenisnya.
Ini menjelaskan bahwa kebudayaan Dayak sebenarnya berada dalam perkembangan tertentu. Dan berkembang seiring dengan adaptasi masyarakat Dayak hingga hari ini.

Seiring dengan perkembangan dan perubahan zaman, kebudayaan Dayak juga mau tidak mau mengalami pergeseran. Terutama dalam sudut pandang mereka tentang HUTAN dan SUNGAI.
Memberikan arti bahwa kebudayaan Dayak tidak statis dan selalu dinamis merupakan hal yang membuat penulis bersedih. Walau sampai saat ini masih ada orang-orang yang masih bertahan.
Mereka tidak terhalang oleh perubahan generasi, salut penulis untuk mereka. Bahkan, mereka tetap mempelihatkan kebanggan untuk menunjukkan identitasnya sebagai orang Dayak.

Perubahan pada Sisi Religi

Sebagaimana yang terjadi pada wilayah lain di Indonesia. Perubahan dalam masyakat hutan dimulai dari perubahan pada sudut pandang dan mistifikasi antara sistem keyakinan yang dimiliki oleh suku.
Hal tersebut dapat ditelusuri melalui ekspresi budaya, seperti cerita rakyat, yang bergeser pada penceritaan lainnya, yang lebih impor.
Misalnya, cerita rakyat di Timur Tengah, antara nabi-nabi yang disebut Samawi, entah yang beragama Islam atau Kristen, yang membentuk peristiwa dan menggeser mitos kosmos (alam semesta).
Dan peran manusia, serta mitos lain yang menggambarkan hubungan intrinsik antara manusia dan lingkungan alam yang telah diyakini masyarakat adat sebelumnya (Umberan, 1994). Dan sungguh, ini merecoki pandangan hubungan antara masyarakat Dayak dengan Alam tempat mereka hidup.
Menarik, dari pembahasan Ukur (1994) bahwa untuk memahami makna religius tentang alam sekitar budaya Dayak, sumber yang paling dapat membantu adalah mitos-mitos tentang alam semesta. Atau kosmos dan peristiwa manusia yang menggambarkan lampiran dan hubungan intrinsik antara manusia dengan alam sekitarnya.
Mitos itu sendiri dalam pandangan penulis adalah sesuci agama-agama besar yang diturunkan, di belahan lain dunia. Bilamana orang Dayak tidak berkewajiban menyebarkan pandangan dan keyakinan itu.
Maka itu merupakan wujud humble mereka pada dunia dan semesta. Untuk tidak sok tahu pada kebutuhan bangsa lain yang menghuni di bagian lain dunia.
Mitos tidak hanya cerita berkesan bohong, tetapi melalui mitos dikenali akan kejeniusan lokal yang hidup di dalam masyarakat Dayak sendiri. Yaitu, untuk mengungkapkan rahasia yang mendasar dan kebohongan di balik sikap manusia yang abai dan bersifat picik dalam perilaku.
Dan suku Dayak pun tidak menyukai sifat-sifat pengkhianatan pada nilai dan norma kemanusiaan universal, seperti Golden Rule itu.
Mitos sebagai sejarah hidup Dayak, meskipun yang diceritakan dalam mitos tidak terikat oleh ruang dan waktu. Sejarah dalam konteks pemahaman suku Dayak sendiri sulit diverifikasi secara historis (Ukur, 1994) dan tetap dianggap sebagai mitos sejarah karena diinternalisasi oleh manusia Dayak secara lisan.
Namun, keberadaan mitos itu diyakini kebenarannya, dianggap suci. Berisi hal-hal yang indah. Umumnya, menjelaskan titah para dewa, dimitoskan untuk mengatur kehidupan masyarakat Dayak yang tampil pada berbagai kondisi seperti tradisi, ritual, dan arah kultus ditujukan. Namun, zaman tengah berubah.

Implementasi Budaya dalam Bentuk Tarian

Membahas kebudayaan Kalimantan Tengah, maka membahas pula sisi implementasi kulturalnya. Misalkan kita ambil contoh Tari Mandau, adalah salah satu dari berbagai jenis tari dari Kalimantan Tengah.
Dalam pandangan nama, tarian ini menggunakan salah satu senjata yang merupakan pedang dan talawang (perisai) khas Dayak. Tari Mandau juga dibagi menjadi berbagai jenis gerakan sesuai dengan wilayah suku Dayak yang ada.
Menurut suku Dayak itu sendiri, Mandau adalah simbol dari semangat masyarakat Dayak dalam membela harkat dan martabat. Hal ini juga melambangkan suku Dayak dalam menjelaskan kejantanan para pria dalam menghadapi segala macam tantangan dalam aspek kehidupan lainnya.
Selain itu, tarian ini juga menjelaskan bagaimana suku Dayak mempertahankan tanah air dan wilayah mereka. Dalam setiap acara Mandau didampingi irama suara Gandang dan Garantung yang terdengar lantang.
Harmonisasi irama musik tradisional menimbulkan suasana penuh semangat. Dan mengundang mereka yang mendengar dan melihat tari Mandau untuk mendapatkan lebih banyak gairah. Tujuannya, agar siap terjun ke medan perang.
Ada juga Tari Kancet yang menceritakan sisi kepahlawanan Dayak Kenyah terhadap lawan-lawan mereka. Gerakan tari ini sangat hidup, lincah, energik, dan kadang-kadang diikuti dengan jeritan para penari.
Ada banyak tarian lainnya dari suku Dayak yang tak kalah menarik untuk Anda pelajari. Di antaranya adalah Serumpai, Gantar, Kancet Lasan, Kancet Ledo atau Tari Gong, Belian Bawo, Ngerangkau, Kuyang, Baraga’Bagantar, Datun, dan Pecuk Kina.

Rabu, 12 Februari 2014

CIANJUR

Khas Cianjur


Khas Cianjur

Cianjuran
Seni Mamaos Tembang Sunda Cianjuran lahir dari hasil cipta, rasa dan karsa Bupati Cianjur R. Aria Adipati Kusumahningrat atau yang dikenal dengan sebutan Dalem Pancaniti yang menjadi Pupuhu (Pemimpin) tatar Cianjur tahun 1834-1861.

Dengan keluhuran rasa seni Dalem Pancaniti, kesenian tersebut menjadi inspirasi lahirnya suatu karya seni yang sekarang disebut Seni Mamaos Tembang Sunda Cianjuran. Dalam tahap penyempurnaan hasil ciptaannya Dalem Pancaniti dibantu oleh seniman kabupaten yaiti : Rd. Natawiredja, Bapak Aem dan Maing Buleng. Para seniman tersebut mendapat izin dari Dalem Pancaniti untuk menyebarkan lagu-lagu hasil ciptaan Dalem Pancaniti.

Setelah Dalem wafat tahun 1861, Bupati Cianjur dilanjutkan oleh putranya R.A.A. Prawiradiredja II (1861-1910), Seni Mamaos Tembang Sunda Cianjuran aturannya disempurnakan lagi, dengan diiringi oleh kempringan suara kecapi dan gelik suara suling. Sekarang ini Tembang Sunda Cianjuran sudah terkenal bukan saja di Nusantara, tetapi juga ke mancanegara. Untuk melestarikan kesenian tradisional, secara berkala diselenggarakan Pasanggiri Tembang Sunda Cianjuran, baik lokal maupun Regional/Nasional ( Jawa Barat , Banten dan DKI Jakarta ).



Ayam Pelung

Ayam Pelung merupakan ayam peliharaan asal Cianjur, sejenis ayam asli Indonesia dengan tiga sifat genetik. Pertama suara berkokok yang panjang mengalun. Kedua pertumbuhannya cepat. Ketiga postur badan yang besar. Bobot ayam pelung jantan dewasa bisa mencapai 5 - 6 kg dengan tinggi antara 40 sampai 50 cm.

Menurut cerita tahun 1850 di Desa Bunikasih Kecamatan Warungkondang Cianjur ada Kiayi dan Petani bernama H. Djarkasih atau Mama Acih menemukan anak ayam jantan di kebunnya.

Anak ayam yang trundul di bawa pulang dan dipelihara. Pertumbuhan anak ayam tersebut sangat pesat menjadi seekor Ayam Jago bertubuh besar dan tinggi serta suara kokoknya panjang mengalun dan berirama. Ayam jantan itu dinamakan Ayam Pelung dan oleh Mama Acih dikembangkan, dikawinkan dengan ayam betina biasa.

Sekarang Ayam Pelung ini semakin terkenal dan cukup diminati oleh masyarakat umum, wisatawan nusantara dan mancanegara. Seorang Putra Kaisar Jepang pernah berkunjung ke Warungkondang untuk melihat peternakan Ayam Pelung tersebut. Bahkan di Cianjur setiap tahun diselenggarakan kontes Ayam Pelung yang diikuti pemilik dan pemelihara ayam pelung se-Jawa-Barat dan DKI Jakarta. Ayam Pelung terbaik yang menjadi juara kontes bisa mencapai harga jutaan rupiah.
Nama ayam pelung berasal dari bahasa sunda Mawelung atau Melung yang artinya melengkung, karena dalam berkokok menghasilkan bunyi melengkung juga karena ayam pelung memiliki leher yang panjang dalam mengahiri suara / kokokannya dengan posisi melengkung.
Ayam pelung merupakan salah satu jenis ayam lokal indonesia yang mempunyai karakteristik khas, yang secara umum ciri ciri ayam pelumg dapat digambarkan sebagai berikut :
• Badan: Besar dab kokoh (jauh lebih berat / besar dibanding ayam lokal biasa)
• Cakar: Panjang dan besar, berwarna hitam, hijau, kuning atau putih
• Pial: Besar, bulat dan memerah
• Jengger: Besar, tebal dan tegak, sebagian miring dan miring, berwarna merah dan berbentuk tunggal
• Warna bulu: Tidak memiliki pola khas, tapi umumnya campuran merah dan hitam ; kuning dan putih ; dan atau campuran warna hijau mengkilat
• Suara: Berkokok berirama, lebih merdu dan lebih panjang dibanding ayam jenis lainnya.
Budidaya Ayam Pelung
Budidaya yang bertujuan untuk menghasilkan keturunan ayam pelung yang unggul dan baik terus dilakukan secara teliti dan tepat, yang mencakup antara lain : Pemilihan Induk, Pemilihan Pejantan, Teknik pemeliharaan dan kesehatan (sanitasi kandang & vaksinasi berkala). Dengan perkembangan teknologi belakangan ini, kita semua sependapat bahwa ayam pelung harus dikembangkan dan dibididayakan secara maksimal untuk kepentingan kesejahteraan manusia, tetapi dari sisi melestarikan dan mengembangkan ayam pelung dengan tidak harus merusak atau memusnahkan ras pelung yang sudah ada dan terbukti memiliki berbagai keunggulan.
Kontes Dan Bursa Ayam Pelung
Seperti halnya burung perkutut atau burung kicauan lainnya, ayam jago pelung juga dikonteskan yang menitik beratkan kepada alunan suaranya, dan sekarang ini hampir semua aspek sudah mendapat penilaian dalam suatu kontes : kontes suara khusus untuk jago ayam pelung, kontes penampilan, bobot badan dan juga untuk Pelung betina yang meliputi lomba lokal, nasional maupun internasional yang telah diagendakan secara terorganisir pada setiap tahunnya.
Pada kontes Ayam Pelung tersebut selain diadakan lomba tarik suara dan lainnya juga merupakan arena bursa penjualan dari anak ayam sampai ayam dewasa, dari usia 0 s/d 1 bulan (jodoan), usia 3 bulan (sangkal), usia 6 s/d 7 bulan (jajangkar), sampai kepada ayam pelung yang sudah jadi (siap kontes). Dengan demikian lomba/kontes ayam pelung sekaligus merupakan bursa penjualan, promosi dan sosialisasi khusus ayam pelung. Melalui bursa semacam ini para pembeli, penjual dan penggemar merasa puas karena pada umumnya mendapatkan bibit-bibit maupun induk yang berkualitas dan tambahan pengetahuan tentang segala hal mengenai ayam pelung yang cukup memuaskan dari sesama peternak dan penggemar.


Pencak Silat
Sejak dulu Cianjur dikenal dengan Seni Bela Diri Pencak Silat yang menghasilkan berbagai aliran terkenal, antara lain aliran Cikalong, Cimande dan Sabandar.


Pencipta dan penyebar aliran Pencak Silat Cikalong adalah R. Djajaperbata atau dikenal dengan nama R.H. Ibrahim. Aliran ini mempunyai ciri permainan rasa yaitu sensitivitas atau kepekaan rasa yang mampu membaca segala gerak lawan ketika anggota badan saling bersentuhan dan dapat melumpuhkannya. Ciri lain adalah ilmu pukulan (ulin peupeuhan-bahasa sunda) yang mengandalkan kecepatan gerak dan tenaga ledak. R.H. Ibrahim meninggal tahun 1906 dimakamkan di pemakaman keluarga Dalem Cikundul, Cikalong Kulon Cianjur.

Pada era yang sama, di Cianjur muncul tokoh Pencak Silat bernama Muhammad Kosim di Kampung Sabandar Karang Tengah Cianjur dikenal sebagai Mama Sabandar. Salah satu ciri aliran ini ialah kemahiran dalam mengeluarkan tenaga yang dikenal dengan nama Liliwatan.

Dalam perkembangannya, Pencak Silat Cianjur menghasilkan aliran-aliran baru seperti aliran Cikaret, Bojongherang dll. Dalam dunia persilatan, Cianjur banyak menghasilkan tokoh-tokoh antara lain : R. Abah M. Sirod, R. Didi Muhtadi (Gan Didi), R.O. Saleh (Gan Uweh), Abah Aleh, R. Idrus, R. Muhidin dll. Sedangkan tokoh Maenpo (Pencak Silat Peupeuhan) antara lain : Rd. H. Ibrahim, H. Toha, Aa Dai, Wa Acep Tarmidi, Abah Salim, Adung Rais dan yang lainnya.

Manisan

Manisan salah satu ole-ole yang cukup digemari oleh masyarakat luar Cianjur yang singgah di kota Cianjur ini, terbuat dari buah-buahan mentah atau sayuran yang diawetkan dengan bahan pemanis gula pasir yang diberi pewarna untuk menguatkan selera makan, mudah didapat di sepanjang jalan Raya Bandung, atau Dr.Muwardi di sepanjang jalan cugenang serta jalan Cipanas.

Tauco

Tauco yang bahannya dari kacang kedele merupakan makanan khas Cianjur dan dapat di jadikan makanan variatif seperti geco, sambal,tauco atau pecel tauco. Mudah didapat di kota Cianjur dan dijadikan ole-ole bagi masyarakat luar kota Ciajur yang singgah di Cianjur.

Beras

Pendahuluan
Pandanwangi adalah beras khas Cianjur berasal daripadi bulu varietas local. Karena nasinya yang beraroma pandan, maka padi dan beras ini sejak tahun 1973 terkenal dengan sebutan �andanwangi�/p>
Keunggulan Spesifik
Jenis padi varietas lokal Cianjur yang menghasilkan beras Cianjur Asli Pandanwangi termasuk varietas Javonica atau biasa dikenal padi bulu, mempunyai keunggulan rasa sangat enak, pulen dan beraroma wangi pandan.
Karena rasanya sangat khas tersebut maka harga berasnya cukup mahal bias dua kali lipat harga beras biasa.
Deskripsi
Umur tanaman 150 -165 hari, tinggi tanaman 150 �170 cm, untuk gabah (endosperm) bulat / gemuk berperut, bermutu, tahan rontok, berat 1000 butir gabah 300 gr, rasa nasi enak, beraroma pandan, kadar amylase 20% potensi hasil 6 �7 Ton/Ha malai kering pungut.
Kandungan Giji
No Parameter Satuan Hasil
1. Kadar Protein % 8.97
2. Kadar Lemak % 0,32
3. Kadar Gula Pereduksi % 63,39
4. Fe Ppm 4,65
5. Cu Ppm 6,42
6. Kalori Kg/g 14,81
Sumber Institut Pertanian Bogor (IPB) Tahun 2001
Sentra produksi
Varietas unggulan local Pandanwangi cocok ditanam di dataran sedang dengan ketinggian 700 m DPL dan yang paling terkenal dari daerah Kecamatan Warungkondang, Cugenag, Cibeber, Cianjur, Cilaku dan Kecamatan Campaka, uniknya apabila di tanam di luar daerah tersebut rasanya berbeda dan aromanya tidak muncul. Hingga saat ini belum ada kualitas pandanwangi yang dapat menandingi kualitas pandanwangi dari daerah/Kecamatan-Kecamatan tersebut diatas. Hal ini belum ada penelitian secara khusus yang bias menjelaskan fenomena tersebut.
Daerah Sentra Produksi
Kecamatan Kel. Tani (BH) Jumlah Anggota Luas Sawah Tani Pandanwangi Dikomsumsi Dijual (Ton)
Warungkondang 28 2.597 2.985 760 348 5.950
Cibeber 20 818 3.200 315 216 1.864
Cugenang 14 912 2.174 357 468 <>
Cilaku 31 412 2.574 210 143 1.329
Cianjur 14 494 1.206 183 187 901
Campaka 2 40 2.800 15 12 76
Jumlah 78 4.870 14.939 1.876 1.374 11.527

Pemasaran
Beras Cianjur Pandanwangi banyak dijual di took-toko dan kios-kios beras sekitar kota Cianjur, dijajakan dalam berbagai ukuran dimulai dari 5 Kg sampai dengan 25 Kg / kemasan dalam berbagai grid atau kualitas diantaranya beras super, beras kepala I, beras kepala II sesuai dengan permintaan konsumen. Harga dipasaran antara Rp. 9000,00 sampai dengan Rp. 12.000,00 /Kg tergantung dari kualitas.
Kontak bisnis
No Nama Perusahaan Alamat Kapasitas Produksi Ton / Bulan Merk Dagang
1. PB. Sukamulya Kp. Cisurupan Ds. Sukamulya Warungkondang 15 Citra Sawargi Xiang Mi
2. PB. Cibinong Kp. Cibinong RT. 03 / 07 Ds. Ciwalen Warungkondang 5 P. Wangi
3. PB. Pusaka Ds. Bunikash RT. 26 / 07 warungkondang 6 Karya Tirta
4. PB. Wangun RT. 09 / 03 Ds. Bunikasih Warungkondang 6 Karya Tirta
5. PB. Burung Nuri Jl. Raya Seda Maya No. 160 Cibeber (0263) 334448 60 Burung Nuri
Elit Super
6. PB. Sugih Mukti Kp. Songgom RT. 01 / 01 Ds. Cikondang Cibeber (0263) 334400 20 Sugih Mukti
7. PB. Hikmah Jl. Raya Cibeber KM. 13 (0263) 334177, 334277 5 Hikmah
8. CV. Quasindo Jl. Merak No. 25 Semarang 50174 Tlp. 024-3568515 Fax. 024-3581453 E-mail. Quasindo_smg@Yahoo.com
15 Xiang Mi
9. PB. Joglo Cibinong Rancagoong (0263) 265602, 267596 60 Istana Joglo Kepala
10. PB. Budi Asih Jl. Cokroaminoto No. 28 Cianjur (0263) 261483 60 Istana Joglo Kepala
11. PB. Sd. Asih Jl. Babakan Pandan (0263) 266789 60 -
12. PB. OKH Jl. Raya Sukabumi Bayubud 60 -

Cinderamata
Sanggar Bambu


Aneka kerajinan dibuat dari bambu oleh pengrajin di Kota Cianjur seperti tudung saji, nampan, lampu duduk sangat artistik dan unik. Sanggar bambu ini mendapat penghargaan upakarti tahun 1992.
Lentera Gentur

Lentera Gentur dibuat dari kuningan dan bahan kaca berwarna dengan desain yang artistik merupakan salah satu kerajinan rakyat Cianjur yang sudah terkenal, berlokasi di Kecamatan Warungkondang.
Keramik

Kerajinan keramik berlokasi di Kecamatan Ciranjang pada satu sentra produksi dan satu unit usaha oleh lima orang pengrajin. Ruangan rumah akan bertambah anggun dan artistik bila kerajinan ini dipasang secara serasi.
Miniatur Kecapi

Kerajinan Miniatur Kecapi terbuat dari logam atau kayu yang dibuat sesuai dengan aslinya.Alat musik ini biasa digunakan untuk mengiringi tembang Cianjuran termasuk berbagai jenis lagu sunda lainnya.
Sangkar Burung, satu kerajinan yang bernilai ekonomis produktif berlokasi di Kecamatan Karangtengah. Kerajinan Sangkar Burung telah mendapat penghargaan Nasional Upakarti tahun 1994.
Sangkar Burung

BUDAYA BANTEN

Posts filed under ‘Seni & Budaya Banten’


Seba merupakan bagian dari rangkaian aktivitas warga

Baduy yang wajib dilakukan setiap tahun. Prosesnya dimulai dari masa Kawalu (puasa tiga bulan), Ngalaksa (pencacahan penduduk sekaligus mendoakan), dan terakhir Seba. Seba yaitu menemui Bupati Lebak (Bapak Gede) dan Gubernur Banten (Ibu Gede), yang mereka sebut sebagai Bapak Gede.
MASTUR – Leuwidamar

Warga Baduy Sedang Melakukan Seba
Sabtu (17/4) malam, puluhan warga Baduy Dalam sudah berdatangan ke Baduy Luar, tepatnya ke rumah Jaro Dainah di Kampung Kadu Ketug, Desa Kenekes. Mereka membawa hasil bumi yang akan diberikan kepada Bapak Gede dan Ibu Gede.
Selain dari Baduy Dalam, ratusan warga Baduy Luar juga sudah bersiap-siap untuk mengikuti seba. Sampai pagi hari, warga Baduy yang akan mengikuti seba ke Rangkasbitung dan Serang terus berdatangan.
Warga Baduy Luar berangkat dari Ciboleger Minggu (18/4) pukul 10.30. Tercatat sebanyak 605 warga Baduy Luar yang ikut berangkat dari Terminal Ciboleger ke Rangkasbitung. Mereka berangkat menggunakan 15 kendaraan berbagai jenis, seperti elf, truk, pick up, bus, dan kendaraan pribadi. Sedangkan puluhan warga Baduy Dalam sudah berangkat terlebih dahulu dengan berjalan kaki.
“Warga Baduy Dalam berangkat jam lima subuh. Ada 25 orang yang berangkat,” ujar Asep Kurnia, warga Ciboleger, kemarin.
Mereka, kata Asep, berjalan kaki menuju Rangkasbitung. “Hasil bumi yang dibawa dimuat terpisah pada mobil bak terbuka,” kata Asep lagi.
Jaro Dainah di rumahnya mengungkapkan, pada awalnya seba akan dilakukan pada 16 April 2010. Karena kesibukan Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya, seba baru dilakukan minggu ini. “Kalau tidak ada Pak Bupati, kami tetap akan menghadap. Terserah siapa yang menerimanya,” kata Jaro Dainah.
Menurutnya, saat ini warga Baduy yang ikut seba tidak banyak dibanding tahun lalu yang mencapai 1.800 orang. Tahun ini sekira 605 orang yang ikut seba. Setiap kampung diwakili antara 5 – 10 orang. Makanya seba tahun ini dinamakan sebagai seba leutik (seba kecil). Warga yang ikut seba ke Bapak Gede sedikit karena hasil panen dalam satu tahun terakhir ini berkurang.
“Ciri lain yang dapat dilihat pada seba leutik adalah kami tidak membawa peralatan dapur untuk diberikan kepada Bapak Gede,” ujarnya.
Perjalanan menuju Rangkasbitung, mobil PS/elf yang ditumpangi warga Baduy saling kejar dengan kecepatan sekira 60 – 70 km/jam. Yang naik di atas elf tidak ketakutan. Mereka terlihat tenang dan menikmati perjalanan. Mereka terdiam hingga sampai tujuan.
Sekira pukul 12.00, beberapa mobil yang membawa warga Baduy Luar memasuki areal Alun-alun Multatuli Rangkasbitung. Mereka langsung bergerombol sambil melihat pemandangan yang jarang mereka nikmati.
Sementara, warag Baduy Dalam yang berjalan kaki, tiba di Rangkasbitung, sekira pukul 13.00 WIB. Mereka beristirahat di Sekretariat Pemkab Lebak.
Tadi malam selepas Isya, seba disambut Bupati Lebak Mulyadi Jayabaya. Mereka menyerahkan laksa (kumpulan hasil bumi dari setiap warga Baduy) kepada Bapak Gede. Hari ini mereka menuju Kota Serang untuk bersilaturahmi dengan Gubernur Banten.
Ayah Mursid, wakil Jaro Tangtu Kampung Cibeo, Desa Kanekes, menuturkan, warga Baduy Dalam dari Cibeo yang berangkat seba sekira 11 orang. Mereka dipimpin langsung Jaro Tangtu Jaro Sami. Sedangkan dari kampung Cikeusik 7 orang tanpa didampingi jaro tangtu, dan dari Kampung Cikartawana didampingi mantan Jaro Tangtu Ayah Nasinah. “Ti kami aya 25 jalma (dari Baduy Dalam ada 25 orang, red),” ungkap Ayah Mursid.
Dia menegaskan, seba bukan merupakan pemberian upeti terhadap pemimpin di Lebak, dan bukan pula bentuk ketundukan terhadap pemerintah. Seba merupakan ritual sakral bagi warga Baduy dan wajib dilakukan setiap satu tahun sekali.
Dalam seba mereka melaporkan kondisi warga Baduy dan menyampaikan berbagai aspirasi masyarakat terkait dengan kondisi alam. Mereka ingin kelestarian alam tetap dijaga. Radar Banten


Atraksi Seni & Budaya Banten

Kesenian DEBUS. (Banten Traditional Martial Art)

Seni bela diri debus pertama kali dikembangkan oleh salah satu sultan banten yang terkenal, yaitu Sultan ageng Tirtayasa. Debus merupakan gabungan dari pertunjukan seni bela diri tradisional dan seni kekebalan tubuh. Pertunjukan ini terdiri dari gembruk yang merupakan penampilan pembuka dengan iringan drum perkusi, lalu kemudian beluk yang disertai teriakan-teriakan melengking dan merupakan puncak dari pertunjukan. Dan yang terakhir adalah pencak yang mempertunjukan seni bela diri tradisional secara berpasangan ataupun sendiri-sendiri.


debus_tusuk_lidah
Kesenian Rampak Bedug.
Rampak bedug adalah kesenian tradisional masyarakat Pandeglang dan sekitarnya. Perangkat peralatan yang digunakan meliputi seperangkat bedg kecil selaku pengatur irama, tempo dan dinamika. Sedangkan bedug besar sebagai bass. sementara melody hanya berasal dari lantunan shalawat yang dilakukan sambil menabuh.

Rampak Bedug
Kesenian Angklung Buhun.
Kata “Buhun” mengandung arti tua atau lama. Kesenian ini sekarang hanya dijumpai pada acara-acara ritual, seperti acara adat seren taun di Cisungsang.

Angklung_Buhun
Kerajinan Tangan / Handicraft.
Provinsi banten memiliki kerajinan khas daerah, yang tersebar di setiap kabupaten kota sperti taman jaya dengan kerajinan kayunya, bumi jaya dengan gerabahnya dan rangkas bitung membuat keajinan batu kalimaya dan onix.

kerajinan_banten

Debus Banten


Debus Banten
Atraksi yang sangat berbahaya tersebut biasa kita kenal dengan sebutan Debus, Konon kesenian bela diri debus berasal dari daerah al Madad. Semakin lama seni bela diri ini makin berkembang dan tumbuh besar disemua kalangan masyarakat banten sebagai seni hiburan untuk masyarakat. Inti pertunjukan masih sangat kental gerakan silat atau beladiri dan penggunaan senjata. Kesenian debus banten ini banyak menggunakan dan memfokuskan di kekebalan seseorang pemain terhadap serangan benda tajam, dan semacam senjata tajam ini disebut dengan debus.
Atraksi yang sangat berbahaya tersebut biasa kita kenal dengan sebutan Debus, Konon kesenian bela diri debus berasal dari daerah al Madad. Semakin lama seni bela diri ini makin berkembang dan tumbuh besar disemua kalangan masyarakat banten sebagai seni hiburan untuk masyarakat. Inti pertunjukan masih sangat kental gerakan silat atau beladiri dan penggunaan senjata. Kesenian debus banten ini banyak menggunakan dan memfokuskan di kekebalan seseorang pemain terhadap serangan benda tajam, dan semacam senjata tajam ini disebut dengan debus.
Kesenian ini tumbuh dan berkembang sejak ratusan tahun yang lalu, bersamaan dengan berkembangnya agama islam di Banten. Pada awalna kesenian ini mempunyai fungsi sebagai penyebaran agama, namun pada masa penjajahan belanda dan pada saat pemerintahan Sultan Agung Tirtayasa. Seni beladiri ini digunakan untuk membangkitkan semangat pejuang dan rakyat banten melawan penjajahan yang dilakukan belanda. Karena pada saat itu kekuatan sangat tidak berimbang, belanda yang mempunyai senjata yang sangat lengkap dan canggih. Terus mendesak pejuang dan rakyat banten, satu satunya senjata yang mereka punya tidak lain adalah warisan leluhur yaitu seni beladiri debus, dan mereka melakukan perlawanan secara gerilya.

Atraksi debus
Debus dalam bahasa Arab yang berarti senjata tajam yang terbuat dari besi, mempunyai ujung yang runcing dan berbentuk sedikit bundar. Dengan alat inilah para pemain debus dilukai, dan biasanya tidak dapat ditembus walaupun debus itu dipukul berkali kali oleh orang lain. Atraksi atraksi kekebalan badan ini merupakan variasi lain yang ada dipertunjukan debus. Antara lain, menusuk perut dengan benda tajam atau tombak, mengiris tubuh dengan golok sampai terluka maupun tanpa luka, makan bara api, memasukkan jarum yang panjang ke lidah, kulit, pipi sampai tembus dan tidak terluka. Mengiris anggota tubuh sampai terluka dan mengeluarkan darah tetapi dapat disembuhkan pada seketika itu juga, menyiram tubuh dengan air keras sampai pakaian yang melekat dibadan hancur, mengunyah beling/serpihan kaca, membakar tubuh. Dan masih banyak lagi atraksi yang mereka lakukan.
Dalam melakukan atraksi ini setiap pemain mempunyai syarat syarat yang berat, sebelum pentas mereka melakukan ritual ritual yang diberikan oleh guru mereka. Biasanya dilakukan 1-2 minggu sebelum ritual dilakukan. Selain itu mereka juga dituntut mempunyai iman yang kuat dan harus yakin dengan ajaran islam. Pantangan bagi pemain debus adalah tidak boleh minum minuman keras, main judi, bermain wanita, atau mencuri. Dan pemain juga harus yakin dan tidak ragu ragu dalam melaksanakan tindakan tersebut, pelanggaran yang dilakukan oleh seorang pemain bisa sangat membahayakan jiwa pemain tersebut.
Menurut beberapa sumber sejarah, debus mempunyai hubungan dengan tarekat didalam ajaran islam. Yang intinya sangat kental dengan filosofi keagamaan, mereka dalam kondisi yang sangat gembira karena bertatap muka dengan tuhannya. Mereka menghantamkan benda tajam ketubuh mereka, tiada daya upaya melainkan karena Allah semata. Kalau Allah tidak mengijinkan golok, parang maupun peluru melukai mereka. Dan mereka tidak akan terluka.
Pada saat ini banyak pendekar debus bermukim di Desa Walantaka, Kecamatan Walantaka, Kabupaten Serang. Yang sangat disayangkan keberadaan debus makin lama kian berkurang, dikarenakan para pemuda lebih suka mencari mata pencaharian yang lain. Dan karena memang atraksi ini juga cukup berbahaya untuk dilakukan, karena tidak jarang banyak pemain debus yang celaka karena kurang latihan maupun ada yang “jahil” dengan pertunjukan yang mereka lakukan. Sehingga semakin lama warisan budaya ini semakin punah. Dahulu kita bisa menyaksikan atraksi debus ini dibanyak wilayah banten, tapi sekarang atraksi debus hanya ada pada saat event – event tertentu. Jadi tidak setiap hari kita dapat melihat atraksi ini. Warisan budaya, yang makin lama makin tergerus oleh perubahan jaman.

SUKU BADUY BANTEN



Orang Kanekes
Orang Kanekes atau orang Baduy adalah suatu kelompok masyarakat adat Sunda di wilayah Kabupaten Lebak, Banten.
“Baduy” merupakan sebutan yang diberikan oleh penduduk luar kepada kelompok masyarakat tersebut, berawal dari sebutan para peneliti Belanda yang agaknya mempersamakan mereka dengan Badawi atau Bedouin Arab yang merupakan masyarakat yang berpindah-pindah (nomaden).
Kemungkinan lain adalah karena adanya Sungai Baduy dan Gunung Baduy yang ada di bagian utara dari wilayah tersebut.
Mereka sendiri lebih suka menyebut diri sebagai urang Kanekes atau “orang Kanekes” sesuai dengan nama wilayah mereka, atau sebutan yang mengacu kepada nama kampung mereka seperti Urang Cibeo (Garna, 1993).

KALIMANTAN BARAT

Kesenian dan Kebudayaan Kalimantan Barat






Kalimantan Barat adalah provinsi  di Indonesia yang terletak di pulau Kalimantan dan beribukotakan Pontianak. Daerah ini berbatasan langsung dengan Sarawak bagian dari negara tetangga yaitu Malaysia. Kalimantan barat disebut sebagai provinsi seribu suangai, karena provinsi ini memiliki banyak sungan kecil dan suangai besar yang digunakan sebagai jalur utama angkutan untuk masuk kepedalaman. Indonesia memang kaya akan berbagai macam suku dan kebudayaan, khususnya provinsi Kalimantan Barat ini.
Sama seperti daerah lainnya yang ada di Indonesia, Kalimantan Barat pun memiliki kesenian dan kebudayaan yang dimiliki oleh daerah ini. Dan kali ini saya akan mencoba untuk membuat artikel mengenai beberapa kesenian dan kebudayaan yang ada di Kalimantan Barat atau Pontianak tersebut.




Kesenian dan Kebudayaan Kalimantan Barat (Pontianak)
Kalimantan Barat memiliki banyak kesenian dan kebudayaan yang beraneka ragam, dan berikut beberapa kesenian dan kebudayaan yang berasal dari daerah tersebut :
Bahasa
Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang secara umum dipakai oleh masyarakat di Kalimantan Barat. Selain itu bahasa penghubung yaitu bahasa Melayu Pontianak, Melayu Sambas dan Bahasa Senganan menurut wilayah penyebarannya



Rumah Adat
Kalimantan Barat memiliki rumah adat yang bernama rumah Betang. Bentuk dan besar rumah Betang berbeda-beda di berbagai tempat. Ada rumah Betang yang panjangnya mencapai 150 meter dan lebar hingga 30 meter. Umumnya rumah Betang di bangun dalam bentuk panggung dengan ketinggian tiga sampai lima meter dari tanah. Tingginya bangunan rumah Betang ini untuk menghindari datangnya banjir pada musim penghujan



Pakaian Adat
Pakaian adat untuk Kalimantan Barat bernama King Baba untuk laki-laki dan King Bibige untuk perempuan. Pakaian tersebut terbuat dari kulit kayu yang diproses hingga menjadi lunak seperti kain. Kulit kayu yang bisa difungsikan sebagai kain untuk membuat cawat, celana, baju, clan selimut itu disebut kapua atau ampuro.



Senjata Tradisional
Senjata tradisional asal Kalimantan Barat bernama Mandau. Mandau sejenis Pedang yang memiliki keunikan tersendiri, dengan ukiran dan kekhasannya. Hulunya terbuat dari tanduk rusa yang diukir, sementara besi bahan Ahpang (Mandau) terbuat dari besi yang ditambang sendiri dan terdiri dari dua jenis, yaitu Bahtuk Nyan yang terkenal keras dan tajam sehingga lalat hinggap pun bisa putus tapi mudah patah dan Umat Motihke yang terkenal lentur, beracun dan tidak berkarat.



Tari Tradisional
Kalimantan Barat memiliki beberapa tari tradisional seperti :
Tari Monong
Tari ini merupakan tari Penyembuhan dan tari ini berfungsi sebagai penolak atau penyembuh atau  penangkal penyakit agar si penderita dapat sembuh kembali penari berlaku seperti dukun dengan jampi-jampi. tarian ini hadir disaat sang dukun sedang dalam keadaan trance atau tidak sadar.



Tari Kinyah Uut Danum
Kinyah Uut Danum, adalah tarian perangyang memperlihatkan kelincahan dankewaspadaan dalam menghadapi musuh



Alat Musik Tradisional
Kalimantan Barat memiliki banyak alat musik khas daerah tersebut, beberapa diantaranya :
Sapek
Sapek merupakan alat musik petik tradisional dari Kapuas hulu dikalangan masyarakat Dayak Kayaan Mendalam kabupaten Kapuas hulu



Gong
Gong atau Agukng, Kollatung (Uut Danum) merupakan alat musik pukul yang terbuat dari kuningan, merupakan alat musik yang multifungsi baik sebagai mas kawin, sebagai dudukan simbol semangat dalam pernikahan. maupun sebagai bahan pembayaran dalam hukum adat.



Tradisi Robo-robo
Tradisi Robo-robo ini di adakan Rabu terakhir bulan Sapar (Hijriah) yang menyimbolkan keberkahan. Menurut cerita, ritus ini merupakan peringatan atau napak tilas kedatangan Pangeran Mas Surya Negara dari Kerajaan Matan (Martapura) ke Kerajaan Mempawah (Pontianak). Robo-robo itu sendiri dimaksudkan sebagai suatu peringatan serangkaian kejadian penting bermula Haulan pada hari Senin malam Selasa terakhir bulan Syafar guna mengenang hari wafatnya Opu Daeng Manambun



Kerajinan Tangan
Masyarakat Kalimantan Barat memiliki keahlian dalam menghasilkan sebuah kerajinan yang khas daerah tersebut, dan beberapa masyarakat Kalimantan bermata percaharian sebagai pembuat kerajinan tangan. Dan kerajinan tangan yang biasa di buat yaitu
Tikar lampit yang terbuat dari rotan



Lalu kerajinan tangan berupa anyaman yang terbuat dari bambu yang menghasilkan tas dan atau keranjang




Sudah dijelaskan beberapa kesenian dan kebudayaan yang ada di daerah Kalimantan Barat. Masih banyak kesenian dan kebudayaan yang ada di daerah tersebut. Untuk mengetahui kesenian dan kebudayaan yang lain bisa kita cari dengan membrowsing internet. Dengan mengetahui kesenian dan kebudayaan yang ada di Indonesia mampu menimbulkan rasa cinta dan bangga akan negri kita ini, karena keaneka ragaman yang ada di negara ini yang membuat kagum. Dan teringat akan semboyan Negara kita yaitu “Bhineka Tunggal Ika” yang memiliki arti berbeda-beda namun tetap satu jua. Artinya walaupun kesenian dan kebudayaan yang ada di Indonesia berbeda-beda tiap daerahnya semua warga Negara Indeonesia bersatu dan tidak menyebabkan semua itu menjadi konflik. Dan sebagai seorang mahasiswa penerus bangsa yang baik alangkah baiknya kita menjaga dan melestarikan kesenian dan kebudayaan yang sudah ada sejak jaman dahulu agar kesenian dan kebudayaan tersebut tidak punah di makan oleh jaman yang makin lama makin maju.